In The Spotlight
TIBYAN.ID - Baznas Kota Bekasi kerjasama dengan MJATV menggelar Pelatihan Broadcasting bagi remaja masjid se Kota Bekasi pada Jum'at 27 November sampai Sabtu 28 November di Jatiluhur, Purwakarta.
Muhamad Yazid melaporkan dari ruang pelatihan, bahwa semua peserta tampak antusias mengikuti pelatihan ini. Hampir semua tema yang disodorkan panitia terasa sebagai sesuatu yang sangat mereka butuhkan.
Kegiatan ini dibuka langsung oleh Ketua Baznas Kota Bekasi Drs. H Paray Said, MM, MBA sekaligus sebagai Keynote Speaker.
Peserta sebanyak 40 orang, terdiri dari 18 mahasiswa binaan Baznas Kota Bekasi, 12 remaja masjid raya se Kecamatan Kota Bekasi, 10 Unsur Masjid Besar dan ormas Islam yang ada di Kota Bekasi.
Dalam sambutannya, H. Ismail selaku ketua panitia penyelenggara mengatakan kegiatan ini sebagai langkah awal remaja masjid untuk mandiri, kreatif, dan inisiatif dalam menggunakan media sosial sebagai sarana dakwah.
Sementara H Paray Said dalam arahannya menekankan agar aktivis islam jangan menjadi sekadar penikmat informasi. "Jadilah pembuat konten yang kreatif dan sadar diri, menjadikan media sosial sebagai sarana untuk aktivitas yang positif, " katanya.
Banyak hal positif bisa dibangun dari media sosial. Bisa juga dikembangkan berbagai kreatifitas dari media sosial.
H.Paray Said mengucapkan selamat berlatih, semoga remaja Islam selangkah memiliki kemajuan dalam pengembangan informasi melalui media sosial. (yazid)
TIBYAN.ID - Kapan terakhir Anda ke Sukabumi? Pasti kenangan manis tentang keindahan kotanya, kulinernya yang aneka ragam dan enak-enak, udaranya yang sejuk serta alamnya yang mempesona tak mudah untuk dilupakan. Tapi kemarin, saya menyaksikan kenangan indah itu koyak.
Lihatlah Monument Adipura yang berada ditengah--tengah bundaran kota yang tampak begitu megah, kokoh dan jadi kebanggaan masyarakat serta Pemerintah Kota Sukabumi, kini kemegahan dan kekokohannya itu ternyata masalah yang perlu diseĺesaikan.
Monumen itu kini menyisakan kesemrautan, kumuh dan tidak terawat. Hmmm
Siang itu, saya coba menelusuri sudut sudut kota. Kota yang semakin padat memberi kesan semraut. Di kawasan komersil misalnya, tampaknya setiap sudut telah dikuasai oleh petugas keamanan tidak resmi. Bisa juga disebut sebagai preman kota.
Akibatnya Retribusi yang dikenakan kepada para pedagang memberatkan. Dan lebih celaka lagi situasi demikian dimamfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk ikut menarik retribusi liar.
Mereka mengaku-ngaku sebagai penjaga keamanan diwilayah tersebut bahkan preman-preman juga saling menguasainya. Setiap pagi dan sore melakukan pungutan liar. Para pedagang tidak bisa berbuat banyak. Mereka pasrah saja meskipun setiap hari dikenakan pungutan lebih dari 10 ribu.
Kojang (35) salah seorang pedagang sayuran mengeluh; "saya mengharap agar ada penertiban terhadap oknum- oknum pemungut liar itu, setiap hari saya harus bayar lapak ini 15 Ribu kalau ga bayar diusir, mau dagang dimana lagi, di tempat lain juga sama harus bayar kepada mereka." ucapnya memelas.
Sementara petugas dari UPTD Pasar sendiri terutama petugas penarik retribusi hanya jadi penonton saja. Mereka juga mengharap adanya perubahan dan ketegasan dari Walikota.
Sementara itu Kadis Koperasi Perdagangan dan Industri Kota Sukabumi, Ai Jumiat yang paling berkompeten dalam persoalan ini sulit dihubungi wartawan selalu tidak ada ditempat. Sementara Sekdis Asep Saefullah walau agak terbatas memberikan keterangan kepada wartawan ia menjelaskan bahwa para petugas UPTD Pasar khususnya yang ditugaskan melakukan pungutan uang retribusi sebetulnya tetap melaksanakan tugasnya berkeliling melakukan pungutan namun tidak ke semua pedagang diareal 2 Km persegi itu.
Pihaknya hanya memungut kepada para pedagang yang berada disekitar Pasar Gudang (Ramayana), Pasar Gledog dan Pasar Degung. Jumlahnya hanya beberapa ratus pedagang saja, tidak mencapai 1000, sedangkan kepada pedagang kaki lima (PKL) memang tidak dikenakan retribusi pasar, apa lagi para PKL yang berdagang diatas Trotoar demikian pula kepada para pedagang yang berada di areal penampungan Ex Pasar Pelita dan yang membaur di jalan-jalan raya dengan para PKL, semuanya tidak ditarik uang retribusi.
Walikota Sukabumi, Fahmi, sebagai pemimpin kota Sukabumi diharapkan bisa menjadi solusi atas ketidaknyamanan ini. Jangan berpangku tangan atau melaksanakan rutinitas, sementara di lapangan tidak tertib padahal dia tahu bahwa warga Sukabumi pernah berhasil beberapa kali meraih tanda penghargaan ADIPURA salah satunya tertib lingkungan. Apakah ini yang menjadi alasan, monument Adipura menjadi tidak terurus dengan baik. (ismail/amh)
TIBYAN.ID - Akhir pekan dalam suasana jenuh terkurung di rumah, saya sempatkan menghibur diri ngeluyur menelusuri Kota Bekasi. Pas Azan zuhur berkumandang, posisi saya di Jalan Chairil Anwar. Pilihan ada di sebuah masjid, di kawasan gedung DPRD Kota Bekasi.
Baru sadar, rupanya masjid ini baru saja direnovasi. Tepatnya dibangun baru. Dari hiasan interior saya dapatkan nama masjid ini, Masjid Al Khairot.
Yang menarik saya mampir di sini sebetulnya satu hal, halaman parkirnya luas dan aman. Karena di gate masuk ada security yang standby. Dan saat keluar, mereka memandu mengamankan.
Ya namanya juga masjid baru, tempat wudhunya baru. Keran kerannya juga baru. Lantainya baru. Dan ornamen dinding kaca dari tempat wudhu menuju lantai 2 tempat sholat lumayan indah. Setidaknya pencahayaannya maksimal.
Dari sayap kanan, justeru lebih enak masuk ke masjid ini. Karena kalau dari sayap kiri tangganya memang agak curam.
Saya sholat zuhur di situ. Suasana memang hari libur, jadi agak sepi. Tapi kebetulan ada ketua DKM nya saat itu, Ustad Rofiuddin. Menurutnya masjid ini memang masih baru, bahkan belum proses serah terima dari developernya.
Usai sholat saya sempat kongkow dengan ketua DKM. Rupanya, maskipun di dalam kawasan kantor masjid ini tetap buka untuk sholat berjamaah tiap waktu. Jamaahnya adalah jamaah transit, yakni orang orang lewat seperti saya.
Tapi banyak juga jamaah dari lingkungan penduduk di sekitar gedung dewan sebagai jamaah tetap. “Ada, nih di belakang sini perkampungan, sholatnya ke sini. Dari Rawa Semut juga sholat ke sini,” kata Rofiuddin menjelaskan.
Menurut Rofi, layaknya sebuah masjid. Setiap sholat rowatib, ada jamaah di masjid ini. Dan setiap pekan diadakan sholat jumat, untuk yang tahunan ada sholat Iedul Fitri dan Iedul Adha.
Di masa Pandemi ini memang ada sampai tujuh pekan masjid ini tidak mengadakan Jumatan. Tapi Iedul Fitri alhamdulillah bisa terlaksana, dan mulai jumat kemarin sudah bisa bikin jumatan lagi. “Biasanya, untuk dua sholat ied, kami laksanakan di halaman,” kata Rofiudin lagi.
Meski adanya di dalam lingkungan DPRD Kota Bekasi, DKM sengaja melibatkan masyarakat kampung sekitar untuk memfungsikan masjid ini sehari hari. Misalnya dalam perayaan hari besar Islam, seperti peringatan maulid, isro mikroj, atau tarawih dan sebagainya, orang kampung sekitar banyak terlibat.
Contoh lain, khotib sholat jumat yang kami jadwalkan adalah ustad ustad dari luar, yakni dari lingkungan kampung. Kalau berhalangan baru kami cari badalnya dari kalangan anggota dewan yang sudah terbiasa khutbah.
“Ada kebanggaan mereka bisa khutbah di masjid DPRD,” kata Rofi menjelaskan.
Kalau sholatnya menggunakan bangunan lantai dua, di lantai satunya akan dijadikan perpustakaan. Tujuannya, memberi keseimbangan antara aspek spiritual dan aspek pengetahuan. Cuma perpustakaannya belum dipungsikan. Karena memang masjidnya pun belum tuntas 100 persen alias belum diserahkan oleh developer.
Usai ngobrol ngobrol saya selonjoran. Dilantainya yang juga masih baru dan bersih, saya sempet tidur tidur ayam, ngelenggut, atawa ngelayap beberapa saat. Sayang, DKM belum kepikir punya coffee corner gratis. Nanti-nanti kali … (amin idris)
TIBYAN.ID - Claudio Muhammad Baker, Juru Bicara Muslim Association of Santos (MAS), wisatawan Muslim yang datang biasanya memberikan pandangan dan masukan agar MAS bisa menjalankan kegiatannya dengan lebih baik. MAS juga seringkali menyarankan tempat wisata yang perlu dikunjungi.
Baker mengatakan MAS biasanya merekomendasikan Santos, Sao Paulo, Goianida, Curitiba, Brasilia, dan Florianopolis untuk dikunjungi wisatawan Muslim. ''Tempat itu memiliki komunitas Muslim yang besar dan warganya memiliki pemahaman yang komprehensif tentang Islam,'' katanya.
Menurut Baker masyarakat di tempat-tempat itu juga menghormati tradisi dan kultur Muslim. Di samping tempat itu memang memiliki pemandangan, pantai, dan kehidupan yang indah. Dengan demikian wisatawan Muslim bisa menikmati wisatanya dengan baik.
Berdasarkan sensus terakhir yang dilakukan pada 2001, ada 27.239 Muslim di Brasil. Meski Islamic Brasilian Federation (IBF) menyatakan ada sekitar 1.5 juta Muslim di sana. Sebagian besar Muslim di Brasil berasal dari Suriah, Palestina, dan Lebanon.
Mereka sampai di Brasil pada abad ke-19 selama Perang Dunai I dan pada 1970-an. Sejumlah warga Irak juga ada di Brasil, mereka tiba di sana sejak dimulainya invasi yang dilakukan AS dan sekutunya terhadap Irak pada 2003.
Sebagian besar Muslim hidup di negara bagian Parana, Goias, Rio de Janeiro, dan Sao Paulo. Meski demikian ada juga komunitas Muslim dalam jumlah yang cukup banyak di Mato Grosso do Sul dan Rio Grande do Sul. Di Sao Paulo, terdapat sekitar 10 masjid.
Salah satu masjid yang terbesar dan termegah adalah Mosque Brasil yang berada di pusat kota. Masjid ini merupakan masjid pertama yang dibangun di Amerika Latin. Proses pembangunan masjid tersebut dimulai pada 1929. Dan kini, masjid tersebut menjadi salah satu komoditas wisata negeri yang kental nuansa Katholiknya ini. Brasil memang piawai mengelola pariwisata.
(Sumber : Republika)